Tuesday, April 2, 2013

Organisasi dan Kekerabatan Masyarakat Batak Toba



Nama   : Nisaa Wahyu P
NPM   : 170510120016
Organisasi Sosial dan Kekerabatan

Sistem dan Syarat Perkawinan
~ Masyarakat Batak Toba~

            Perkawinan adalah hal yang sangat sacral dan penting untuk manusia lewati masa tersebut. Terjadinya perkawinan dimulai dari adanya system kekerabatan, menurut para ahli antropologi dari pertengahan abad 19 ; J. Lubbock, JJ. Bachofen, J.F. McLennan, G.A.Wilken, dilihat dari sekelompok manusia yang hidupnya bersama, bersetubuh dan melahirkan tanpa adanya ikatan. Lambat laun, mulailah adanya hubungan antara ibu-anak dan membentuk keluarga inti dengan garis keturunan menurut garis ibu.. Tingkat berikutnya, laki –laki mulai tidak puas dengan aturan seperti itu, maka mereka mengambil calon isteri dari kelompok lain dan membentuk kelompok  dengan ayah sebagai ketua dan garis keturunannya berdasarkan garis ayah. Selain system kekerabatan juga dibahas tentang perbandingan kelompok hidup binatang dengan manusia, seperti dalam kehidupan berkelompok pada binatang kera teriak (Aluata palliate) tahun 1930 oleh ahli biologi C.R. Carpenter, dan beberapa ahli bangsa Jepang dan juga ahli antropologi, salah satunya S.Washburn. Penelitian-penelitian tersebut kemudian berkembang dan menjadikan itu sebagai perbabandingan dengan manusia. Pada manusia sendiri terlihat tidak dapat hidup seorang diri, mereka bertahan hidup dengan cara berkelompok namun pembagian tugasnya sangatlah tegas.
Sistem kekerabatan lebih jauh membahas pula tentang adat istiadat lingkaran hidup dan perkawinan. Manusia terlahir di dunia wajib melewati lingkaran hidup dari lahir sampai mati. Dalam kitab antropologi sering diseut stages along the life-cycle, misalnya masa bay, penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pubertas, masa sesudah nikah, masa hamil, masa tua, dll. Dari peralihan tahap satu dengan yang lain ditandai oleh suatu pesta dan upacara, disebabkan karena kesadaran umum bahwa tiap tingkat baru life-cycle membawa si individu ke dalam suatu tingkat dan lingkungan sosial yang lebih luas dan tentunya ketergantungan pada lingkungan semakin luas. Selain itu dalam ilmu antropologi upacara-upacara itu disebut crisis-rites (upacara waktu krisis) atau rites de passage (upacara peralihan). Suatu saat peralihan tahap terpenting pada manusia adalah perkawinan. Dipandang dari sudut kebudayaan manusia, perkawinan merupakan pengatur keluakuan manusia yang berhubungan dengan seks atau bersetubuh. Dalam perkawinan, persetubuhan ini tidak sama dengan tahap pertama system kekerabatan. Tidak sembarang laki-laki melakukan / melampiaskan seks kepada wanita bebas, namun hanya kepada satu atau beberapa wanita tertentu dalam masyarakat (mempunyai ikatan sah). Dilihat dari fungsinya, pernikahan tidak saja hanya untuk melampiaskan nafsu biologi, namu juga untuk memberikan kewajiban perlindungan darah daging (anaknya), memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup, memenuhi akan kebutuhan gengsi dan naik kelas masyarakat, dan juga memelihara hubungan baik antar kelompok kerabat yang berada di dalam lingkaran perkawinan.
Salah satu fungsi perkawinan dengan memeliharaa hubungan baik antar kelompok kerabat jika dilihat lebih jauh akan sangat berhubungan dengan perjodohan. Perjodohan dalam perkawinan sangat tidak asing. Seperti pada masyarakat Batak, ada peraturan bahwa perkawinan antara orang rimpal ( marparipan dalam bahasa Toba) yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki – laki ibunya adalah perkawinan yang sangat ideal. Dengan demikian seorang laki- laki Batak tidak dapat menikahi gadis sembarangan (namun pada jaman sekarang banyak pemuda yang tidak lagi menuritu adat kuno ini).Adapula adat Batak yang mengatakan bahwa seorang dilarang mencari jodoh  diantara seorang yang bermarga sama. Perjodohan ini berkaitan erat dengan istilah exogami dan endogamy. Seperti contoh, exogami marga yakni perkawinan dengan orang di luar marganya, seperti laki – laki bermagra Simanjuntak menikah dengan gadis yang bukan bermarga Simanjuntak.Contoh lain. Endogamy keluarga besar adalah pernikahan dengan orang yang di dalam keluarga besar, yaitu anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya. Istilah lain dalam aturan perjodohan perkawinan adalah cross-cousinyakni perkawinanorang Batak Toba yang menikah dengan anak perempuan saudara laki-laki inangnya. Perkawinan ideal (cross-cousin) pada suku Batak Toba muda sangatlah sulit untuk dilakukan di jaman modern ini, namun demikian adat tersebut masih tetap ada. Seorang sarjana antropologi dari Batak Karo bernama Masri Singarimbun mencatat 5.3% perkawinan pada masyarakat Tanah Pinem dan 2.3% masyarakat tanah Toba masih melakukan perkawinan ideal tersebut.
Pelamaran pada masyarakat batak Toba adalah awal dari proses perkawinan, pelamar dari pihak kerabat laki – laki dengan mengirimkan suatu delegasi resmi ke rumah gadis (nungkuni atau ngembah belo selambar). Apabila lamaran tersebut diterima, maka akan ada perundingan tentang beberapa hal yang disebut marhata sinamot. Perundingan ini merundingkan tentang syarat – syarat perkawinan menurut adat Batak. Seperti contohnya jumlah maskawin (tuhor), jumlah harta yang akan diterima oleh saudara laki-laki ibu dari gadis, jumlah harta yang akan diterima oleh saudara laki-laki ibu ibunya dari gadis, jumlah harta yang akan diterima oleh saudara perempuan dari ibu si gadis, jumlah harta yang akan diterima oleh anak beru dari ayah si gadis, jumlah harta yang diterima oleh saudara perempuan ibu gadis, dan jumlah harta yang diterima oleh saudara laki – laki ibu si pemuda. Setelah perundingan selesai maka mulai merencakan tanggal pernikahan beserta pestanya. Kemudian diadakan upacara oleh empunya berupa pemberitahuan resmi yang disebut martunpol yang mengumumkan secara resmi kepada gereja akan diadakan perkawinan.
Pesta perkawinan yang berlangsung dihadiri oleh kerabat pengantin laki-laki dan perempuan beserta penghuni kuta dimana pesta itu diadakan. Dan pada waktu tersebut biaasanya mereka membagikan mas kawin dan harta yang lain dari hasil perundingan ( jambar). Harta yang mereka berikan terkadang dalam bentuk kerbau atau babi yang disembelih. Sesudah pesta perkawinan diadakan upacara mukul pada malam harinya dan setelah empat – tujuh hari, mereka mulau mengadakan kunjungan resmi ke ayah dari isteri (panlak une).
Selain melalui jalan tersebut masyarakat Batak Toba juga mengenal tentang kawin lari ( mangalua) setelah selisih satu hari barulah mereka mengirim delegasi untuk memberitahukan ke orang tuanya akan menikahi si gadis.Setelah selang beberapa lama, mereka yang kawin lari akan kembali dan melakukan upacara manuruk – nuruk untuk minta maaf, kemudian selepas itu melakukan adat perkawinan seperti di atas.
Dalam masyarakat pada umumnya syarat perkawinan tidak hanya mengenai harta, seperti mas kawin atau bridge-prices, pertukaran gadis atau bridge-exchange, dan perncurahan tenanga untuk kawin atau bridge-service. Pada masyarakat Batak, syarat terakhir tidak diuraikan secara tersurat, namun tetap ada. Seperti pencurahan tenaga untuk kawin adalah dengan mengirimkan delegasi resmi ke rumah orang tua calon isteri dan adat menetap sesudah nikah. Pola menetap sesudah nikah pada umunya adalah adat utrolokal (kebebasan menetap di sekitar pusat kediaman kerabat suami atau isteri), adat virilokal (menetap di pusat kediaman kerabat suami), adat uxorilokal (menetap di sekitar pusat kediaman kerabat isteri), adat bilokal (harus tinggal bergantian, terkadang di kerabat suami dan sewaktu – waktu di kerabat isteri), adat neolokal ( tinggal sendiran dan tidak mengelompok dengan kerabat suami maupun isteri), adat avunkulokal (tinggal menetap di sekitar kediaman saudara laki-laki ibu dari suami), dan adat natolokal (tinggal terpisah antara suami dan isteri). Pada masyarakat Batak umumnya menggunakan pola virilokal atau uxorilokal. Cara menetap sesudah nikah sering disebut hinela, biasanya disebabkan sang suami harus menggantungkan diri ke pihak isteri karena isteri lebih kaya dan tidak dilepaskan oleh orang tuanya.

Kesimpulan
Sistem kekerabatan yang awalnya bebas, seiring perkembangan jaman mulai mengenal istilah bersosialisasi. Sedikit demi sedikit muncul tahap atau life-cycle yang tersusun dan harus dilalui oleh manusia, dan upacaralah yang merupakan pemutusan kenaikan tahap tingkatan. Tahap terpenting dalam life-cycle adalah perkawinan. Beragam adat perkawinan diadakan di Indonesia, salah satunya pada masyarakat Batak suku Toba. Beragam proses menghiasi tahap sebelum perkawinan, dari mulai melamar sampai adat menetap setelah perkawinan.  Penggunaan adat penetapan dengan pola virilokal atau uxorilokal pada masyarakat Batak, akan membuat keloyalan semakin kuat. Pembentukan dari lingkungan hidup yang sekerabat inilah akan mengajarkan pertanggung jawaban terhadap anak untuk melestarikan adat sehingga membentuk adat kebudayaan batak semakin konkret. 

Sumber : 
-Beberapa Pokok Antropologi Budaya (Koentjaraningrat)
- Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Koentjaraningrat)

No comments:

Post a Comment